Ketidakpastian Global Bayangi Ekonomi Dunia, Indonesia Tunjukkan Ketahanan Lewat Ekspor
Ekonomi Dunia kekhawatiran pasar dunia: negosiasi tarif resiprokal antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya, serta ketegangan geopolitik yang terus memanas di kawasan Timur Tengah.
Situasi ini berdampak langsung terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Menurut berbagai lembaga internasional, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan turun dari 3,3 persen menjadi 3,0 persen pada tahun 2025.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Andhi Wahyu Riyadno, menyoroti bahwa perlambatan ekonomi Tiongkok menjadi salah satu penyebab utama pelemahan ini. Turunnya ekspor Tiongkok ke AS serta menurunnya permintaan domestik menandai kerapuhan ekonomi negara raksasa Asia tersebut.
“Dampak dari perlambatan ini menyebar ke berbagai sektor global, mulai dari perdagangan hingga pasar keuangan. Ketika ekonomi Tiongkok melemah, dunia turut goyah,” ujar Andhi dalam pemaparannya.
Sementara itu, di Amerika Serikat, tren pelemahan ekonomi justru memberi efek ganda. Di satu sisi, tekanan inflasi mulai mereda. Di sisi lain, hal ini meningkatkan ekspektasi pasar bahwa bank sentral AS, The Federal Reserve, akan menurunkan suku bunga acuan atau Federal Funds Rate (FFR) dalam waktu dekat.

Baca Juga : Klasemen F1 2019 Usai Bottas Menangi GP Australia
Namun, meningkatnya ketidakpastian global juga memicu fenomena yang dikenal sebagai risk aversion, yaitu kecenderungan investor global untuk lebih berhati-hati dalam menempatkan dananya. Mereka mulai menarik modal dari pasar berisiko dan mengalihkannya ke aset-aset yang lebih aman, termasuk beberapa aset di negara berkembang (emerging markets).
Akibatnya, terjadi pelemahan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia, termasuk terhadap rupiah dan mata uang di kawasan Asia.
Indonesia Tunjukkan Sinyal Positif
Di tengah gejolak global, Indonesia justru menunjukkan ketahanan ekonomi yang cukup mengesankan. Khususnya pada triwulan II 2025, sektor ekspor nonmigas Indonesia mencatat performa yang lebih baik dari sebelumnya.
“Kinerja ekspor komoditas utama seperti minyak kelapa sawit (CPO), besi baja, mesin listrik, dan produk kimia organik turut mendorong surplus neraca pembayaran kita,” jelas Andhi.
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pun berlanjut, dengan angka mencatat 0,2 miliar dolar AS pada Maret 2025, menunjukkan sinyal kepercayaan pasar terhadap daya saing produk Indonesia.
Di tengah ketidakpastian global, Indonesia masih memiliki peluang untuk menegaskan posisi ekonominya sebagai kekuatan stabil di kawasan. Tantangannya kini adalah menjaga momentum ekspor, memperkuat pasar domestik, dan terus mengembangkan daya saing industri strategis nasional.
















